Sunday 11 December 2011

model model pelatihan

Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya lebih banyak digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi baik pemerintah maupun swasta, dan juga perusahaan, dengan menggunakan model-model yang berbeda. Model pelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang akhirnya dapat meningkatkan produksi. Pelaksanaan pelatihan juga dapat saja dilakukan di masyarakat, yang juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari warga masyarakat seperti pengetahuan atau bidang keterampilan tertentu.
Para pakar pelatihan biasanya melaksanakan pelatihan dengan menggunakan langkah-langkah atau siklus tersendiri berdasarkan dari model yang mereka kembangkan. Diantara model-model pelatihan yang ada para pakar mengembangkannya bermacam-macam, ada yang menggambarkan hanya melalui siklus yang sederhana, dan ada juga yang digambarkan secara detail. Walaupun demikian dari beberapa model yang dikembangkan ditemukan adanya langkah-langkah atau tahapan yang memiliki kesamaan, seperti pada pelaksanaan pelatihan umumnya. Kesamaan itu seperti sama-sama diawali dengan melakukan identifikasi, dengan tujuan untuk menemukan dan mengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan, serta diakhiri dengan pelaksanaan evaluasi. 
 
Dari model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranya sebagaimana di ungkapkan Nedler (1982:12), yang dikenal dengan The Critical Events model (CEM) atau disebut dengan model terbuka yang langkah - langkahnya terlihat lebih detail dan spesifik. Pada model ini tidak semua variabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan perancangan program pelatihannya, namun pada setiap langkahnya selalu di evaluasi dan sebagai balikan. 
 
Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai dari: 1) menentukan kebutuhan organisasi, 2) menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas, 3) menentukan kebutuhan pembelajar, 4) merumuskan tujuan, 5) menentukan kurikulum, 6) memilih strategi pembelajaran, 7) mendapatkan sumber belajar, dan 8) melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya kembali lagi ke menentukan kebutuhan. Perputaran ini bertujuan untuk melihat keunggulan dan kelemahan dari pelatihan yang telah dilaksanakan, apakah masih perlu diadakan perbaikan atau memang sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
Sedangkan Goad, (1982:11) menggambarkan model pelatihan melalui beberapa tahapan yang siklus pelatihannya terdiri dari: 1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirements), 2) Desain pendekatan pelatihan (design the training approach), 3) Pengembangan materi pelatihan (develop the training materials), 4) Pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan 5) Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training).
Dalam siklus pelatihan atau dalam pendidikan yang ditujukan pada orang dewasa sebagai sasaran, Goad (1982:41) mengungkapkan perlunya memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut: 1) orang dewasa belajar dengan melakukan; yaitu orang dewasa senantiasa ingin dilibatkan, 2) masalah dan contoh harus realistis dan relevan dengan warga belajar, 3) lingkungan belajar yang terbaik adalah lingkungan informal, 4) keragaman mendorong dan cenderung membuka kelima indra dari peserta belajar, 5) dilakukan perubahan kecepatan dan teknik dari waktu ke waktu, 6) tidak menerapkan system peringkat apapun, 7) fasilitator berperan sebagai agen pembaharuan, 8) fasilitator bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran, sedangkan pembelajarannya sendiri merupakan tanggung jawab peserta belajar.
 Mayo & Du Bois, (1987:3) juga mengembangkan model pelatihan melalui lima tahap (fase), yang dikenal dengan Continuous Loop Training Development and Implementation Model atau Closed-loop Continuous System. Kelima fase tersebut adalah : 1) fase analyze operational requirement, 2) fase defining training requirement, 3) fase developing objectives, 4) fase $planning, developing, and validating training, dan 5) fase conduct and evaluate the training. 
Paul G. Friedman dan Elaine A.Y. (1985:4), mengemukakan enam tahap dalam proses pelatihan (six stages of the training process). Posisi enam tahap yang digunakan dalam proses pelatihan dimaksud adalah sebagai berikut:
Tahap pertama, menyadari kebutuhan (awereness of need). Kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkan biasanya disebabkan oleh dua sifat yang melekat dalam fungsi manusia, yaitu perubahan dan inspirasi. Perubahan adalah merupakan “dorongan” dan aspirasi adalah “tarikan” yang menimbulkan kebutuhan pada pelatihan. Perubahanperubahan menciptakan masalah yang harus segera dipecahkan, sedangkan aspirasi cenderung kepada tahap pertumbuhan untuk adanya nilai tambah. 
Tahap kedua, menganalisis masalah (analyzing the problems). Apabila kebutuhan itu dirasakan masih bersifat umum, maka perlu dianalisis secermat mungkin, sehingga rumusannya tidak terlalu umum atau tidak terlalu khusus. Jika menganalisis setiap perfomans maka sebaiknya dilakukan dengan menjawab lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan: apakah yang menjadi perbedaan antara perfomans sekarang dan yang diharapkan?. Apakah perfomans tersebut berguna untuk mengatasi perbedaan? Dan Apakah perfomans itu dapat meningkatkan keterampilan?
Tahap ketiga, menentukan pilihan (knowing options). Ketika mempersiapkan pilihan-pilihan, perlu dimasukkan suatu penjelasan tujuan tentang keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya, serta pengalaman yang dapat membantu peserta pelatihan mengembangkan pedoman-pedoman untuk menentukan pilihan-pilihan yang terbaik.
Tahap keempat, menyadari suatu pemecahan (adopting asolution). Dalam menghadapi suatu solusi pertama-tama adalah dengan memberikan penjelasan tentang prosedur sehingga menjadi jelas dan dapat dipahami oleh mereka yang akan menentukan prosedur tersebut. Dan selanjutnya adalah pemberian dukungan dimana prosedur tersebut harus dijalankan mengenai keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya. Dalam hal ini peranan pelatihan adalah mempersempit pilihan-pilihan peserta pelatihan yang menyalurkan usaha-usaha peserta pelatihan pada cara atau jalur khusus.
Tahap kelima, mengajarkan suatu keterampilan (teaching a skill). Apabila pelatihan diharapkan untuk mampu mempengaruhi cara berpikir peserta pelatihan, sikapnya atau pengetahuannya, maka peranan pelatihan adalah membantu peserta dalam mempelajari suatu keterampilan. Kemudian memberikan umpan balik pada pekerjaan peserta pelatihan sesuai langkahlangkah yang ditempuh sampai kepada penilaian hasil kerja/hasil belajarnya.
Tahap keenam, integrasi dalam sistem (integration in the system). Apabila dalam prosedur belajar peserta pelatihan tidak menimbulkan pengaruh kerjasama dalam situasi belajarnya, maka dalam tindak lanjutnya perlu membantu para peserta pelatihan untuk melakukan prosedur kerjasama tersebut dalam sistem yang membutuhkan kerjasama, misalnya dalam “team kerja”. Pengintegrasian ini sangat diperlukan karena pada tahap akhir pelatihan selalu muncul masalah-masalah yang dihadapi para pelatih dalam mengintegrasikan hasil-hasil belajarnya yang baru kedalam konteks pekerjaanya. Tipe lain dari “integrasi dalam sistem” ini adalah dengan memusatkan pengembangan interaksi “team” yang lebih baik dalam suatu kelompok kerja yang utuh.

Djudju Sudjana (1993 :14) mengembangkan model pelatihan sepuluh langkah atau dikenal dengan model pelatihan partisipatif, yang uraiannya sebagai berikut :
a. Rekrutmen Peserta Latihan; yang meliputi pendaftaran dan seleksi peserta. Pendaftaran dan penerimaan peserta didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan mutu serta daya dukung yang tersedia. Mutu peserta diketahui berdasarkan karakteristiknya, baik yang menyangkut karakteristik internal maupun karateristik eksternalnya. 
b. Identifikasi Kebutuhan, Sumber, dan Kemungkinan Hambatan. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelatihan yang efektif sehingga berguna dan bermanfaat bagi peserta, maka sebelum kegiatan dilaksanakan perlu identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar dan kemungkinan hambatan yang akan dihadapi baik dalam pelaksaan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan yang diperoleh. Identifikasi kebutuhan pelatihan merupakan hal yang sangat perlu karena suatu kegiatan pelatihan akan sangat bermanfaat bagi peserta bila yang diikutinya tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Setelah mengetahui kebutuhan belajar atau pelatihan, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber belajar yang tepat dengan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan. Sumber belajar yang diidentifikasi tersebut dapat berupa manusia dan dapat pula berupa non manusia. Di samping mengidentifikasi kebutuhan dan sumber belajar yang mungkin dapat dimanfaatkan, maka perlu diidentifikasi kemungkinan hambatan yang akan dihadapi atau dijumpai baik alam melaksanakan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan. Kemungkinan hambatan ini dapat berupa faktor manusia seperti; keterbatasan kemampuan sumber belajar dalam memberikan dan menyajikan materi, ketidak mampuan peserta dalam mengembangkan keterampilan. Sedangkan faktor non manusia seperti, dukungan lingkungan sekitar, bantuan dari pihak lain berupa modal stimulan dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki.
c. Menentukan dan Merumuskan Tujuan Pelatihan; Tujuan merupakan arah atau target yang akan dicapai dalam suatu kegiatan. Untuk dapat mengarahkan pelaksanaan kegiatan pelatihan, maka perlu dirumuskan tujuan dengan terarah, baik yang menyangkut tujuan umum, maupun tujuan khusus. Dengan rumusan tujuan akan mengarahkan penyelenggaraan dalam melaksanakan program pelatihan, atau dengan kata lain bahwa tujuan merupakan penuntun penyelenggara dalam melaksanakan program. Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian berarti bahwa dalam merumuskan tujuan pelatihan harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang operasional.
 d. Menyusun Alat Evaluasi Awal dan Evaluasi Ahkir Peserta; Alat evaluasi awal digunakan untuk mengadakan evaluasi awal guna mengetahui pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar (awal) yang dimiliki peserta. Sedangkan alat evaluasi akhir adalah digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan.
e. Menyusun Urutan Kegiatan Pelatihan, Menentukan Bahan Belajar, dan Memilih Metode dan Teknik Pelatiha;. Urutan kegiatan pelatihan menyangkut urutan rangkaian kegiatan pelaksanaan kegiatan mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Menentukan bahan belajar dalam menentukan dan menetapkan materi yang akan disajikan berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta. Penentuan metode dan teknik didasarkan pada tingkat kesesuaiannya dengan materi, karateristik peserta daya dukungnya terhadap intensitas kegiatan pelatihan.
f. Latihan Untuk Pelatih; Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pelatih/tutor/sumber belajar tentang kegiatan program pelatihan secara menyeluruh.
g. Melaksanakan Evaluasi Terhadap Peserta Pelatihan; Evaluasi awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta yang menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Evaluasi awal ini dapat berupa test tulis dan dapat juga test lisan.
h. Mengimplementasikan Proses Latihan; Tahapan ini merupakan inti pelaksaan kegiatan pelatihan. Pada tahapan ini terjadi proses pembelajaran yaitu proses interaksi dinamis antara peserta pelatihan dan sumber belajar/tutor/fasilitator, materi pelatihan.
i. Melaksanakan Evaluasi Akhir Kegiatan; Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta setelah mengikuti program pelatihan. Untuk mengevaluasi akhir kegiatan dapat menggunakan alat evaluasi yang digunakan pada saat evaluasi awal. 
j. Melaksanakan Evaluasi Program Pelatihan; Evaluasi program pelatihan adalah kegiatan mengumpulkan data tentang penyelenggaraan pelatihan untuk diolah dan dianalisis guna dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan di masa mendatang.
Secara umum model-model sistem pelatihan dalam siklusnya terbagi kedalam tiga tahapan yaitu ; tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dari ketiga siklus tersebut, dalam pelaksanaannya rata-rata setiap model selalu diawali dengan analisis kebutuhan, baru kemudian disusun desain pelatihan yang dilanjutkan dengan  pengembangan bahan pelatihan, penyelenggaraan pelatihan dan diakhiri dengan evaluasi. Kegiatan atau pelaksanaan model-model semacam ini dapat dikatakan sebagai langkah standar dalam setiap penyelenggaraan pelatihan. Perbedaan antara satu pelatihan dengan pelatihan yang lain lebih terletak pada sisi pendekatan pembelajaran dan pengorganisasian pelatihannya, namun pada prrinsipnya kesemuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari para peserta pelatihan. Sebagai sebuah proses, pelatihan bukanlah suatu program yang telah lengkap dan dapat dibuat seketika. Ia memerlukan waktu, serta meliputi intensitas, frekwensi, dan durasi waktu tertentu, serta bersifat continous dan melibatkan berbagai elemen yang harus dikelola secara benar. Pendekatan sistem menghendaki pengelolaan pelatihan secara sistematis dan berorientasi kepada hasil. Masing-masing komponen memiliki keterkaitan dengan komponen lain, sehingga semakin sempurna setiap proses yang dilakukan, maka akan semakin baik hasil yang didapatkan.
Dari model-model yang digambarkan dan diuraikan diatas, serta sehubungan dengan topik penelitian ini, peneliti tidak mengadaptasi satu model secara utuh, akan tetapi melakukan kolaborasi dari beberapa model yang dianggap memiliki kesesuaian dengan jenis dan kelompok sasaran penelitian. Seperti dalam penyusunan model lebih cenderung ke model pelatihan yang dikembangkan Nedler (1982:12), Alasan pengadaptasian model ini karena setiap langkah yang dilakukan selalu dievaluasi untuk memberikan umpan balik. Sedangkan dalam langkah-langkahnya akan lebih disederhanakan dan lebih mirip seperti yang diungkapkan Goad (1982:11). Untuk model Paul G. Friedman (1985:4), karena melihat tentang adanya kesadaraan akan kebutuhan sebagai langkah awal untuk memecahkan permasahan yang sedang dihadapi, serta menekankan akan pentingnya kerja tim atau secara terpadu. Keterpaduan dalam bentuk tim atau kelompok kerja dirasa lebih efektif, terutama dalam upaya menerapkan hasil belajar peserta kedalam pekerjaannya.

No comments: